Anggaran KDS, Timbulnya SP2D Bodong Hingga E-Purchasing Jadi Sorotan

KDS

DEPOKTIME.COM, Depok – Pemerintah Kota (Pemkot) Depok resmi meluncurkan Kartu Depok Sejahtera (KDS) di aula Teratai Balai Kota Depok pada Rabu (15/9/2021) dengan total anggaran yang belum diketahui dan menjadi sorotan bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Indonesia Goverment Watch (IGW).

Karena ketidakpastian pagu anggaran KDS tersebut, Kepala Seksi IGW, Fiqih Nurshalat menduga adanya pencairan dana untuk KDS yang belum ada anggarannya tetapi sudah berjalan programnya.

“KDS diluncurkan pada tanggal 15 September 2021. Dan diketahui tahun 2021, Pemkot telah menyalurkan 4.000 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial  (BPJS) Penerima Bantuan Iuran (PBI), 1.744 renovasi Rumah Tidak Layak huni (RTLH), 3.000 bantuan pangan bagi lansia dan disabilitas dan 923 santunan kematian (sankem). Kemudian ada  8.770 bantuan siswa SD/MI, 459 bantuan siswa SLB, 6.872 bantuan siswa SMP/MTS sederajat, 774 bantuan siswa SMK sederajat dan 40 bantuan pelatihan keterampilan dan penyaluran kerja. Keterangan tersebut saya dikutip dari berita.depok.go.id,” jelas Fiqih Nurshalat kepada Depoktime.com, Rabu (17/8/2022).

“Itu anggarannya dari mana asalnya dan berapa jumlahnya?,” tambah Fiqih.

Dirinya menduga, ada keterkaitan antara anggaran KDS dengan keterlambatan pembayaran kepada para pihak kontraktor pada tahun yang sama yakni tahun 2021 dan dibayarkan pada akhir Januari tahun 2022.

“Pada akhir tahun 2021 kemarin sempat terjadi penundaan pembayaran kepada pihak ke 3 yang melaksanakan pekerjaan fisik di Dinas PUPR hingga satu bulan lamanya. Karena biasanya jika terjadi penundaan bayar di sebabkan ganti tahun biasanya hanya tertunda 1-2 hari tidak pernah terjadi sampai satu bulan, apa lagi ini proses penagihan sudah sampai ke SP2D dan yang bikin aneh lagi pada akhir bulan Januari 2022 pembayaran yang tertunda diharuskan mengajukan berkas baru bukan berkas yang lama yang sudah terbit SP2D nya, artinya SP2D yang awal timbul sama saja dengan SP2D bodong,” jelas Fiqih.

Belum lama ini, lanjut Fiqih, adanya dugaan 3 (Tiga) kegiatan proyek Tahun Anggaran 2022 pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Depok dengan nilai cukup besar digelar tanpa Tender.

Ketiga proyek tersebut yaitu Pekerjaan Penataan Jalan Margonda Raya (Lanjutan) senilai Rp 30 Miliar, Peningkatan Jalan Ruas Jalan Kartini senilai Rp 20 Miliar, dan Rekonstruksi Jalan Akses UI (Jl. Komjen Pol. M. Yasin) senilai Rp 7,5 Miliar.

Pasalnya, adanya bukti temuan awal dimana pada daftar Rencana Umum Pengadaan (RUP) yang ditayangkan di SIRUP Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) pada bulan Januari – Juli 2022, ketiga proyek tersebut awalnya tertera akan dilaksanakan dengan metode Tender.

“Namun anehnya, pada saat bulan Agustus 2022 tiba-tiba diganti atau berubah menjadi metode E-Purchasing,” ujar Fiqih.

Ditempat yang berbeda, Ketua LSM Gelombang, Cahyo P Budiman menegaskan bahwa metode E-Purchasing adalah metode seperti halnya metode Penunjukan Langsung.

E-Purchasing adalah tata cara pembelian Barang/Jasa melalui sistem katalog elektronik, dimana nantinya Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat Pengadaan, atau Pejabat yang ditetapkan oleh pimpinan institusi yang akan menunjuk langsung perusahaan yang hanya terdaftar di LKPP.

“Jadi hak dan wewenang penuh ada di dinas, ya tentunya Kepala Dinas mau menunjuk siapa nanti yang dipilih untuk mengerjakan ketiga proyek tersebut. Luar biasa kan?,” tegas Cahyo.

Yang pasti, tambah Cahyo, dugaan ketiga proyek dengan nilai total Rp 57,5 Miliar tersebut bakal jadi “bancakan”, mengingat proses penentuannya bakalan tidak diketahui banyak orang layaknya metode Tender yang biasanya dilakukan.

“Ya, tentunya persaingan harga tidak akan ada, sehingga harga kontrak akan dibuat mendekati nilai pagu HPS, tidak seperti metode tender yang menggunakan harga termurah terendah kan?,” tambahnya.

Kondisi itulah yang menjadi indikasi penetapan ketiga pekerjaan dengan metode E-Purchasing pada Dinas PUPR kota Depok itu akan terjadi KKN antara dinas dan perusahaan yang ditunjuk.

“Diduga akan ada kongkalikong harga satuan dan tidak ada keterbukaan informasi proses pelaksanaan. Jadi siapa perusahaan yang akan ditunjuk mengerjakan pekerjaan jalan Margonda, Kartini dan Akses UI, jelas tidak ada yang mengetahui kecuali Kepala Dinas dan Tuhan,” tegas Cahyo.

Dirinya membeberkan sederet pertanyaan terkait mengapa digantinya metode pemilihan pemenang ketiga proyek tersebut dari metode Tender lantas tiba-tiba dirubah menjadi E-Purchasing.

“Mengapa hanya proyek yang nilai besar menjadi metode E-Purchasing. Mengapa Dinas PUPR belum melakukan kegiatan tender sampai dengan bulan Agustus ini?. Apakah hal itu dijadikan alasan metode E-Purchasing dipilih karena lebih cepat langsung menunjuk perusahaan?,” pungkasnya. (Udine).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *