Warga Kampung Bojong Ajukan Permohonan Perlindungan Hukum ke Presiden Jokowi

Warga Kampung Bojong Ajukan Permohonan Perlindungan Hukum ke Presiden Jokowi

DEPOKTIME.COM, Depok-Atas sengketa tanah yang berada diwilayah Kota Depok, Warga kampung Bojong mengajukan permohonan kepada presiden Joko Widodo untuk perlindungan hukum terkait dengan sengketa tanah mereka yang dikuasai oleh pihak UIII.

Permohonan ini disampaikan agar para penegak hukum dapat mengadili perkara sengketa tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku. Sehingga hasil dari persengketaan tanah tersebut tercapainya keadilan.

Seorang warga Bojong, Namin Bin Jaman (81 tahun) mengatakan bahwa dirinya merupakan pemilik tanah yang saat ini menjadi sengketa.

“Kakek, Bapak serta saya punya girik tanah yang saat ini sengketa. Saya punya girik asli dan bukan penggarap tanah. Saya ini pemilik tanah,” ujar Namin Bin Jaman di Pengadilan Negeri Depok kepada Depoktime.com, Rabu (08/12/2021).

Dirinya menceritakan bahwa saat itu, tanah tersebut merupakan hamparan sawah milik warga. Dan berbatasan dengan tanah Belanda yang merupakan perkebunan karet.

“Dulu itu, luas rumah cuma dikit, namanya juga rumah bilik bambu. Yang lebih luas adalah sawah,” ucap Namin Bin Jaman.

Mewakili warga Kampung Bojong-Bojong Malaka, Ketua Koalisi Rakyat Anti Mafia Tanah (KRAMAT) Yoyo menjelaskan, bahwa setelah mempelajari data-data dan fakta-fakta hukum yang terdapat dalam Putusan Pengadilan Negeri Depok No.133/Pdt.G/2009/PN.Dpk, pihaknya memperoleh fakta bahwa sudah terjadi tindakan mafia tanah yang melibatkan oknum-oknum pejabat pemerintah pada lembaga Departemen Penerangan Republik Indonesia, Kementerian Agama Republik Indonesia, Kampus Universitas Islam Internasional Indonesia dan Kantor Pertanahan Kota Depok.

“Maka, mengacu kepada definisi mafia tanah serta modus-modusnya yang tercantum dalam Petunjuk Teknis Kementerian ATR/BPN RI No.01/JUKNIS/D.VII/2018, kami meyakini telah terjadi tindakan kejahatan mafia tanah yang diduga melibatkan para petinggi negara yang menyalahgunakan kekuasaannya untuk merampas tanah milik Warga Kampung Bojong-Bojong Malaka dengan cara melawan hukum,” jelas Yoyo.

Ketika ditanya siapakah oknum pejabat negara yang akan dilaporkan tersebut, mantan anggota KPU Depok Periode 2008-2013 yang sekarang memimpin para aktivis pemberantas mafia tanah melalui organisasi Koalisi Rakyat Anti Mafia Tanah (KRAMAT) itu menjawab, bahwa semua pejabat yang mendukung tindakan perampasan tanah adat milik warga Kampung Bojong-Bojong Malaka tersebut semuanya akan dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

“Jadi pada intinya, semua yang mendukung tindakan perampasan tanah adat milik Warga Kampung Bojong-Bojong Malaka akan kami laporkan. Kami tak perduli apa pangkat dan jabatan mereka, sekalipun jabatannya seorang menteri semuanya akan kami laporkan. Ini kan program pak Presiden Jokowi, harus kita dukung dong! Tanpa pandang bulu mafia tanah harus disikat,” tegas Yoyo.

Memilih KPK sebagai tempat melapor bukan Satgas Mafia Tanah Kementerian ATR/BPN RI, Yoyo asli Jampang Kulon Surade ini juga menerangkan, bahwa pada saat ini Satgas Pencegahan dan Pemberantasan Mafia Tanah Kementerian ATR/BPN telah melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi.

“Bahkan lembaga Kejaksaan Agung dalam melaksanakan program Pencegahan dan Pemberantasan Mafia tanah sebagaimana diperintahkan Presisen Joko Widodo,” tutup Yoyo. (Udine).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *